Rabu (09/08), Jakarta – Ekosistem startup cleantech perlu mendapatkan dukungan pemerintah untuk mendorong akselerasi transisi energi dan menangkap potensi ekonomi pasar teknologi energi bersih global, berdasarkan laporan terbaru dari New Energy Nexus Indonesia berjudul “Clean energy technology startups in Indonesia: How the government can help the ecosystem.”
Dukungan pemerintah diperlukan mengingat mayoritas startup cleantech masih dalam tahap pengembangan awal (early-stage). Tahap awal ini merupakan tahap penting di mana startup cleantech sering menghadapi kesulitan mendapatkan dukungan dan pendanaan untuk pengembangan teknologi dan bisnis mereka.
Pamela Simamora, penulis utama laporan tersebut, menekankan bahwa pemerintah harus memberikan perhatian lebih pada startup cleantech di Indonesia. Dukungan terhadap startup cleantech tidak hanya akan membantu mempercepat transisi energi di Indonesia melalui inovasi teknologi dan bisnis model, namun juga akan membawa manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan yang sangat besar.
“Pemerintah Indonesia bisa belajar dari negara-negara lain yang berlomba-lomba untuk menjadi rumah bagi startup cleantech dengan memberikan dukungan yang sebesar-besarnya di negara mereka. Dukungan tersebut dapat berupa dukungan fiskal, finansial, dan non-finansial yang dapat diakses oleh aktor-aktor dalam ekosistem startup cleantech seperti startup, modal ventura, inkubator, dan lainnya. Yang harus dicermati adalah dukungan yang diperlukan oleh startup cleantech berbeda dengan startup digital, misalnya, karena mayoritas startup-startup ini berbasis hardware dan harus melakukan R&D yang intensif untuk pengembangan teknologi mereka,” ujar Pamela.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Bapak Sandiaga Salahuddin Uno, turut hadir secara virtual dalam acara peluncuran laporan. “Saya memberikan dukungan penuh dan apresiasi atas inisiatif yang telah diambil New Energy Nexus Indonesia dalam menyusun report yang berjudul ‘Clean energy technology startups in Indonesia: How the government can help the ecosystem’ laporan ini memiliki potensi besar untuk memberikan kontribusi yang berharga bagi pemerintah, bagi pembuatan kebijakan-kebijakan selanjutnya yang berhubungan dengan teknologi energi, khususnya energi terbarukan di Indonesia. Dengan adanya laporan ini, pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya memiliki gambaran yang lebih jelas tentang tren dan perkebangan terkini dalam industri teknologi energi berkelanjutan di Indonesia. Data-data yang terkumpul dari laporan ini dapat menjadi dasar untuk mengidentifikasi peluang baru, mengevaluasi tantangan yang dialami startup yang dihadapi di sektor ini, dan mengenali potensi peran pemerintah dalam mendukung pengembangan dan pertumbuhan bisnis-bisnis yang berkelanjutan,” Ujar Menteri Kemenparekraf
Laporan New Energy Nexus Indonesia ini menyoroti sejumlah tantangan yang dihadapi oleh startup cleantech, mulai dari sulitnya akses ke pendanaan, terbatasnya dana R&D untuk pengembangan teknologi, sulitnya mencari tenaga kerja terampil di bidang teknologi energi bersih, hingga lemahnya kerangka regulasi di sektor terkait. Sementara itu, mayoritas modal ventura yang menjadi narasumber dalam laporan ini menyebutkan bahwa sedikitnya startup cleantech dalam portofolio mereka bukan karena kurangnya ketertarikan pada sektor ini, namun karena masih tingginya risiko di sektor energi bersih di Indonesia mengingat kebijakan dan regulasi yang belum memadai. Hal yang sama juga disebutkan oleh inkubator bisnis dan organisasi sejenis yang terlibat dalam studi ini.
Laporan ini juga menunjukkan bahwa 22 dari 35 startup cleantech yang disurvei hanya memiliki runway kurang dari 6 bulan. Artinya startup-startup cleantech ini hanya dapat bertahan hingga 6 bulan ke depan sebelum akhirnya harus gulung tikar. Kondisi ini jauh dari ideal dimana startup sebaiknya memiliki runway paling tidak 18 bulan. Hasil survei juga menunjukkan bahwa mayoritas startup cleantech di Indonesia masih bootstrapping dan belum bisa mendapatkan pendanaan eksternal..
“Indonesia bisa belajar dari negara-negara lain yang sudah lebih dulu mengembangkan ekosistem startup cleantech,” ujar Pamela. Sebagai contoh, Pemerintah bisa belajar dari Kanada dimana pemerintah provinsi British Columbia memberikan insentif berupa kredit pajak (tax credit) bagi investor yang berivestasi di perusahan rintisan di sektor teknologi energi bersih. Selain itu, program-program inkubasi, akselerasi, dan kompetisi startup yang diselenggarakan oleh berbagai kementerian dan lembaga pemerintah perlu diselaraskan untuk memaksimalkan dampaknya pada ekosistem startup dan menghilangkan program yang tumpang tindih. “Pemerintah, misalnya, bisa membedakan tiap program berdasarkan Technology Readiness Level (TRL) dari startup yang berpartisipasi di program-program seperti Startup4industry, ETIC KESDM, PLN Elevation, dan PPBR BRIN,” lanjut Pamela. Hal ini sesuai dengan best practices yang ada di negara-negara seperti Amerika Serikat, Chili, dan Moroko.
Lebih lanjut, pemerintah juga dapat mengkatalisis investasi swasta di startup cleantech dengan menggerakan modal ventura BUMN untuk berinvestasi di sektor cleantech dan menyediakan skema fund of funds dimana pemerintah menjadi investor di modal ventura terpilih untuk melakukan investasi di startup cleantech tahap awal (early-stage). Mekanisme ini banyak digunakan di negara seperti Cina dan Singapura yang telah berhasil mengembangkan ekosistem startupnya, termasuk startup cleantech. “Pemerintah harus lebih fokus pada startup tahap awal daripada tahap akhir untuk mencegah dana publik mendesak modal swasta keluar dari pasar (crowding out the market),” ujar Pamela.
Terakhir, pemerintah perlu memastikan bahwa kerangka kebijakan dan regulasi di sektor energi sudah menciptakan iklim investasi yang kondusif untuk penggunaan dan pengembangan teknologi energi bersih di Indonesia. Rekomendasi lainnya juga mencakup diperkuatnya kerjasama antara sektor publik dan privat untuk meningkatkan investasi pada startup, menyediakan fasilitas test bed untuk mendukung riset dan pengembangan teknologi bersih, mewajibkan praktek pengadaan barang dan jasa hijau bagi pemerintah, dan meningkatkan pendidikan STEM dan vokasi untuk mempersiapkan tenaga kerja hijau terampil di Indonesia.
Pemerintah Indonesia perlu melihat ekosistem startup cleantech sebagai suatu ekosistem yang strategis mengingat tren global dimana seluruh negara beralih ke energi bersih. Laporan ini berfungsi sebagai call to action untuk meningkatkan dukungan bagi startup cleantech di Indonesia. Mendukung startup cleantech bukan hanya semata-mata mengenai masalah lingkungan. Pertumbuhan sektor ini memiliki potensi luar biasa untuk penciptaan lapangan kerja, pembangunan ekonomi, dan inovasi teknologi. Dengan mendukung startup cleantech, pemerintah Indonesia dapat mencapai tujuan iklim, mendorong pertumbuhan ekonomi, memastikan ketahanan energi, dan meningkatkan daya saing negara di pasar global.
KLIK UNTUK UNDUH LAPORANNYA DI SINI
-END-
Tentang New Energy Nexus Indonesia
New Energy Nexus adalah ekosistem akselerator dan pendanaan global yang mendukung pengusaha energi bersih, mulai dari teknologi baru, hingga penerapan dan adopsi energi bersih. Di Indonesia, New Energy Nexus bekerja untuk mendukung pengembangan ekosistem yang dapat mendukung kebutuhan inovator, startup, pengusaha, dan berbagai pemangku kepentingan di sektor energi bersih dan solusi iklim.