15 November 2022, New Energy Nexus Indonesia (NEX Indonesia), bekerja sama dengan Climateworks Centre dan Komunitas Startup Teknologi Energi Bersih (KSTEB), mengadakan Roundtable Discussion di Bali dengan topik Mendukung Ekosistem Startup Teknologi Energi Bersih di Indonesia. Diskusi ini sejalan dengan isu prioritas utama G20 tentang akses, teknologi, dan pembiayaan transisi energi.
Roundtable Discussion: Mendukung Ekosistem Startup Teknologi Energi Bersih di Indonesia melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti pembuat kebijakan, pemerintah daerah, Venture Capital (VC), inkubator, startup, organisasi masyarakat sipil, dan filantropi. Kami berharap keterlibatan multisektoral dapat mendukung upaya kami untuk mempromosikan dan mendukung inovasi dan wirausaha energi bersih di Indonesia serta mengidentifikasi peluang untuk berkolaborasi di bidang ini.
Setidaknya ada 50 peserta yang bergabung dalam diskusit:
- Mustaba A. Suryoko (Koordinator Pelayanan dan Pengawasan Berbagai Usaha ET, Kementerian ESDM)
- Prof. Nizam (Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)
- Tedi Bharata (Deputi Bidang SDM, Riset dan Teknologi, Kementerian Badan Usaha Milik Negara)
- Dr. Ajeng Arum Sari (Direktur Pendanaan Riset dan Inovasi, Badan Riset dan Inovasi Nasional)
- Destry Anna Sari (Asisten Deputi Konsultasi dan Pendampingan Bisnis, Kementerian Koperasi dan UKM)
- Yuana Rochma Astuti (Direktur Tata Kelola Ekonomi Digital, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif)
- Wahyu Utomo (Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Kementerian Keuangan)
- I Putu Wisnu Wijaya Kusuma (Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Denpasar)
- A. Zulfitra Dianta (Kepala Bidang Perencanaan Pengendalian, Badan Perencanaan Pembangunan Kota Makassar)
- Fatima Nur Addini (Program & Manajemen Koridor, Dinas Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga, dan Pariwisata Kota Surabaya)
- Joko Sogie (Indonesia Investment Authority)
- Komunitas Startup Teknologi Energi Bersih: 3S, AHA, Automa, Berkela, BTI, Faraday, Leastric, Olat Maras Teknologi, Waus Energy, Sonus
- Inkubator: Ecoxyztem, Innovative Academy UGM, Indigo Telkom
- Investor dan VCs: East Ventures, MDI Ventures, BRI Ventures, AVPN
- NGO: Climateworks Centre, PYC, Smeru Research Institute, IRID
- Foundations: Bulb Foundation, ClimateWorks Foundation, APAC Foundation Canada
Melalui roundtable discussion, kami dapat mengetahui lebih dalam tentang keadaan pengusaha san startup energi bersih di Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang menghambat mereka dalam mengembangkan bisnis mereka: mulai dari akses ke keuangan, standardisasi, dan akses ke laboratorium hingga hambatan regulasi.
Setiap pemangku kepentingan memaparkan perspektif mereka tentang tantangan dan memberikan solusi untuk hambatan tersebut. Kementerian Pendidikan, misalnya, berkomitmen untuk memberikan akses ke laboratorium universitas bagi perusahaan rintisan energi bersih dan tekonologi yang perlu menggunakannya untuk menguji teknologi mereka. Kementerian Pendidikan juga menyadari pentingnya pendanaan Research and Development (R&D) untuk mendukung inovasi energi bersih dan tekonologi. Sementara itu, para VC menyatakan keprihatinan mereka terhadap kebijakan dan kerangka peraturan di sektor energi Indonesia yang mereka anggap tidak mendukung pengembangan teknologi energi bersih. Kondisi ini telah menghalangi VC dan investor lain untuk berinvestasi di sektor ini. Fakta bahwa sebagian besar startup teknologi bersih di Indonesia masih berada pada tahap awal akan semakin membuat investor enggan berinvestasi karena investasi tersebut berisiko.
Dengan mempertimbangkan kondisi ini, banyak pemangku kepentingan di acara tersebut merekomendasikan pemerintah untuk memimpin dalam berinvestasi di startup cleantech tahap awal. Banyak yang percaya bahwa ini merupakan langkah efektif untuk menurunkan risiko investasi oleh investor swasta. VC milik negara secara khusus dianggap sebagai entitas yang tepat untuk membantu segmen ini. Namun, pendanaan dari yayasan dan organisasi non-pemerintah juga diidentifikasi sebagai sumber pendanaan potensial untuk startup cleantech tahap awal yang dapat membantu startup ini mendapatkan daya tarik pasar, sehingga lebih menarik bagi investor swasta.
Secara paralel, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diharapkan dapat meningkatkan kebijakan dan peraturan yang berpihak pada startup cleantech. Regulasi tentang solar PV, misalnya, telah lama menghambat adopsi besar-besaran solar PV di Indonesia, terlepas dari potensi energi surya yang sangat besar di negara ini. Salah satu pendiri startup menceritakan perjuangannya dalam mengembangkan bisnis solar PV di Bali dan bagaimana utilitas milik negara, PLN, sering kali menghalangi pelanggannya untuk memasang modul surya di gedung mereka dan membatasi kapasitas solar PV hanya 10-15% dari total konsumsi daya gedung-gedung tersebut. Pendiri meminta Kementerian ESDM untuk memastikan bahwa PLN menerapkan peraturan menteri yang memungkinkan pemilik bangunan untuk memasang solar PV tanpa batasan apa pun. Perwakilan dari Kementerian ESDM menanggapi permintaan tersebut dan menjelaskan bahwa kementerian saat ini sedang mempersiapkan peraturan baru yang dapat menjadi solusi yang saling menguntungkan bagi PLN dan pelanggan dan bisnis PLTS atap.
Selain kementerian, pemangku kepentingan lain seperti pemerintah daerah juga memberikan pandangan mereka tentang peran pemerintah daerah dalam membantu ekosistem startup cleantech di kota masing-masing. Sementara itu, inkubator universitas meminta pemerintah untuk meningkatkan anggaran yang dapat digunakan untuk menginkubasi startup cleantech yang muncul di kampus dan membantu membawa teknologi energi bersih baru dari laboratorium ke pasar.
Pemangku kepentingan yang hadir dalam roundtable discussion sepakat bahwa kolaborasi antar pemangku kepentingan sangat penting untuk mendukung ekosistem startup cleantech di Indonesia. Kompleksitas masalah ini seharusnya tidak mengaburkan potensi besar yang dapat dibawa oleh startup cleantech ke Indonesia. Roundtable discussion ini mungkin tidak dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi ekosistem, tetapi diskusi ini menetapkan tonggak baru di mana lebih banyak pemangku kepentingan memperhatikan masalah ini. Berbagai pemangku kepentingan telah menyampaikan perspektifnya untuk lebih dalam memahami masalah ini dan menemukan solusi yang merupakan kunci untuk membuka potensi startup cleantech di Indonesia