Rambu Yati Radandima, adalah seorang manajer keuangan dari sebuah perusahaan rintisan atau startup, Sumba Sustainable Solutions (3S). Sebagai sebuah startup, 3S memiliki tujuan untuk mendorong pemanfaatan teknologi dan inovasi berkelanjutan, dengan menghadirkan tenaga surya untuk sekolah, sarana kesehatan, serta sentra aktivitas pedesaan lainnya
Dedikasi Rambu Yati terinspirasi oleh kisah masa kecilnya. Sejak kecil, ia mengenal betul bagaimana rasanya tumbuh besar tanpa didampingi akses ke listik yang memadai. Sumba, sebuah pulau di Provinsi Nusa tenggara Timur di Indonesia, memiliki karakter geografis unik yang sulit dijangkau oleh jaringan listrik nasional. Di masa lampau, hampir 500,000 keluarga, atau setidaknya 38% dari populasi di Sumba, kesulitan mendapatkan listrik yang layak.
“Kehidupan di kampung sangat berbeda dibanding sekarang, dulu sekitar tahun 90an, saya melihat keluarga saya masih memakai pelita sebagai penerangan rumah untuk digunakan saat memasak, atau mengerjakan pekerjaan seperti menganyam tikar, dan juga untuk memenuhi kebutuhan dapur juga mereka harus menumbuk padi, dan jagung, karena kami tidak memiliki akses ke gilingan,” cerita Rambu Yati
Walaupun pemerintah sudah memiliki komitmen untuk menerangi setiap belahan Indonesia di tahun 2020 (RUEN 2917), sampai tahun 2019, hanya 62% dari populasi Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki akses ke listrik yang layak, jumlah terendah dibanding provinsi lainnya (IESR, 2019)
Batu tanjakan
Di tahun 2000, Rambu Yati berhasil menapaki studi perkuliahan di Universitas Warmadewa di Bali, dan menjadi satu-satunya pemilik gelar sarjana diantara anggota keluarganya. Sekarang, sebagai pengelola keuangan di 3S, keseharian Rambu Yati disibukan untuk meretas permasalahan terkait akses ke energi di lingkungannya, dengan menghadirkan teknologi-teknologi tenaga surya terkini ke institusi pedesaan.
Distribusi penerangan bertenaga surya yang dilakukan 3S terbukti mempermudah keseharian Rambu Yati dan masyarakat di lingkungannya. Anak-anak dapat mengerjakan pekerjaan rumahnya dengan tenang, dan orang tua dapat membagi waktunya dengan baik, bertani di pagi hari, menenun di malam hari, menjadi tetap produktif bahkan setelah matahari turun.
Tenaga Surya untuk Produktivitas
3S juga menghadirkan sistem tenaga surya yang dapat dimanfaatkan oleh hunian dan sentra produksi pedesaan. Solusi 3S menjadi tonggak mata pencaharian masyarakat agar terus tetap produktif, menggiling dan mengolah berbagai macam hasil pertanian dengan bantuan mesin, serta memproses olahan bambu.
Tak hanya produktivitas, keberadaan sentra produksi yang dialiri tenaga surya ini juga meningkatkan taraf kehidupan banyak wanita di Sumba. Sebelumnya, para wanita harus menghabiskan setidaknya setengah dari harinya untuk menumbuk jagung. Kehadiran sentra produksi membantu masyarakat membagi waktunya lebih baik lagi. Suami dapat membawa jagung ke mesin penggilingan, dan istri memiliki banyak waktu untuk mengupas kemiri untuk dijual dengan harga yang lebih tinggi nantinya.
Menurut Badan Statistik Nasional, masyarakat pedesaan biasanya menghabiskan 10% dari penghasilan bulannya untuk penerangan bertenaga fosil, seperti pelita, yang berpotensi mengeluarkan asap berbahaya yang dapat merusak paru-paru. Dengan solusi bertenaga surya, masyarakat pedesaan dapat memangkas biaya listriknya, dan menghindarkan diri mereka dari ancaman kesehatan.
Rambu Ina, salah satu pelanggan 3S, mengeluhkan betapa mahalnya penggunaan pelita sebelum ia dan keluarganya mengenal tenaga surya, “sekarang saya bisa menikmati penerangan lebih dari 4 jam setiap harinya. Kita bisa berbincang dengan tetangga sambil mengupas kemiri atau menganyam untuk dijual besoknya di pasar,” ucap Rambu Ina.
Berkembang Setiap Hari
Rambu Yati ingin terus berkontribusi mengembangkan Sumba, dan menolong masyarakat pedesaan mendapatkan akses ke energi terbarukan, agar mereka dapat meningkatkan pendapatannya, alhasil memberikan generasi masa depan edukasi yang lebih baik. Memastikan 3S dapat terus berkembang secara operasional dan keuangan menjadi perhatian penting, agar sistem tenaga surya 3S yang diandalkan masyarakat untuk kesehariannya dapat terus dimanfaatkan
Layaknya startup lainnya, Rambu Yati sempat menghadapi beberapa tantangan terkait pengumpulan data, dan menyusun laporan keuangan, dan dua hal ini merupakan komponen penting yang dapat mendikte masa depan 3S yang sedang berkembang. Disinilah peran New Energy Nexus Indonesia berada, sebuah organisasi global yang mendukung wirausaha di bidang energi terbarukan untuk terus maju melalui pendanaan, program akselerator dan jaringan di berbagai sektor.
New Energy Nexus Indonesia mengenalkan Rambu Yati dan rekan-rekannya dengan ahli di bidang HR, pemasaran, dan keuangan, melalui program yang dinamakan Mentor-in-Residence. Selepas program ini, Rambu Yati berhasil mengantongi berbagai keahlian dan pengetahuan baru. Dengan percaya diri, sekarang beliau dapat menyusun laporan dan perkiraan keuangan untuk menentukan kebutuhan-kebutuhan apa yang dibutuhkan oleh 3S untuk dapat terus berkembang, demi menjangkau lebih banyak pedesaan lagi dengan tenaga surya kedepannya.
3S bukanlah lagi sebuah startup yang berjuang untuk bertahan hidup, melainkan sebuah perusahaan rintisan yang berkelanjutan. Keahlian lainnya yang dipelajari Rambu Yati, seperti komunikasi, juga membantu Rambu Yati untuk membimbing dan mencetak generasi sumber daya manusia baru penuh dengan keterampilan di Sumba.
“Sebelum bergabung dalam program New Energy Nexus, kami hanya sibuk mengatasi masalah yang datang. Dengan bimbingan New Energy Nexus, sekarang kami sudah memiliki rencana bisnis yang jelas, semua anggota tim 3S juga memiliki komitmen kuat untuk mencapai visi dan misi yang sudah kami tentukan bersama-sama
“Sekarang kami juga memiliki rasa kebersamaan dalam tanggung jawab kami untuk menjadikan visi dan misi kami menjadi nyata, yakni untuk memberdayakan lebih banyak masyarakat pedesaan melalui akses ke energi terbarukan dan peralatan produksi,” ucap Rambu yati