KSTEB: RUU EBET harus menjadi payung hukum pengembangan ekosistem startup teknologi energi bersih di Indonesia

Jakarta (16/01/2023), Sehubungan dengan dimulainya Rapat Kerja Lanjutan Pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) oleh Komisi VII DPR RI, Komunitas Startup Teknologi Energi Bersih (KSTEB) beserta tim Policy and Advocacy New Energy Nexus Indonesia melakukan audiensi bersama Komisi VII DPR RI yang disambut oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Bapak Dony Maryadi Oekon serta anggota Komisi VII DPR RI lain yang hadir melalui daring. Audiensi ini dilakukan pada 16 Januari 2023, dengan membawa rekomendasi mengenai beberapa pasal pada Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU EBET tertanggal 11 Desember 2022. Poin rekomendasi yang diberikan oleh KSTEB mencakup pentingnya penyebutan “perusahaan rintisan” pada RUU EBET, sehingga kedepannya startup teknologi energi bersih (STEB) memiliki payung hukum dalam mendukung pengembangan energi terbarukan di Indonesia.

KSTEB menyampaikan, meskipun STEB dapat membawa inovasi dan pengembangan energi terbarukan di Indonesia, hingga saat ini dukungan dari pemerintah terkait pedanaan maupun riset pengembangan untuk STEB masih sangat minim. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya pendiri startup yang masih menggunakan dana pribadi dalam menjalankan bisnisnya, sehingga belum dapat memberikan dampak yang maksimal. KSTEB menyampaikan, bahwa pemerintah perlu memberikan baik berupa fiskal dan non-fiskal  untuk mendukung STEB dan penggunaan teknologi energi bersih di Indonesia. Disampaikan pula, bahwa banyaknya STEB di Indonesia saat ini pun belum diakui keberadaannya oleh pemerintah. Hal ini ditandai dengan pihak pemerintah yang kurang melibatkan  terobosan dari inovator-inovator lokal seperti STEB, dalam menyelesaikan permasalahan kelangkaan energi di Indonesia.

Pada kesempatan ini, KSTEB juga menyampaikan tanggapan mengenai usulan perubahan Permen ESDM No.26 Tahun 2021, bahwa penghapusan ekspor-impor akan berdampak pada kemunduran minat masyarakat dalam menggunakan energi surya atau PLTS atap. Dalam setahun ini, pemasangan PLTS pun dibatasi dengan hanya diizinkan untuk pemasangan 10-15% dari daya terpasang. KSTEB memberikan tanggapan bahwa total pemasangan PLTS saat ini baru mencapai 77 MW, sehingga intermittency dari PLTS tidak akan mengganggu sistem transmisi listrik PLN yang berada pada batas 9600 MW. Berdasarkan hal tersebut, peraturan mengenai PLTS atap diharapkan tetap mempertimbangkan ekspor-impor dan pengkajian ulang dalam perencanaan sistem kelistrikan sehingga tidak terjadi over capacity. Kendati STEB pada sektor energi surya di Indonesia semakin meningkat, KSTEB menyayangkan adanya penghapusan pasal mengenai partisipasi masyarakat dalam penyediaan energi terbarukan yang dilakukan pada revisi terbaru. Melihat hal ini, KSTEB berharap pasal ini dikembalikan seperti semula karena masyarakat baik individu maupun kelompok dapat turut serta dalam penyediaan energi terbarukan.

Adapun beberapa poin utama rekomendasi KSTEB untuk RUU EBT mencakup:

  1. Penghapusan “energi baru” dan memfokuskan RUU EBET pada “energi terbarukan”
  2. Penyebutan “perusahaan rintisan” sehingga RUU EBET dapat menjadi payung hukum bagi STEB
  3. Pengembalian kata “wajib” dalam Pasal 50 ayat 4 sehingga dapat mendukung kegiatan R&D teknologi energi terbarukan di Indonesia
  4. Pengembalian keterangan mengenai “pihak ketiga” dan menambahkan “perusahaan rintisan” ke dalam daftar pihak ketiga pada Pasal 50 ayat 5
  5. Penugasan K/L tertentu untuk mengelola dana dan aktivitas penelitian serta pengembangan teknologi energi terbarukan.
  6. Pengwajiban pemberian insentif untuk energi terbarukan setidak-tidaknya hingga mencapai nilai keekonomiannya (Pasal 55)
  7. Pengikutsertaan net-metering sebagai bentuk insentif untuk energi terbarukan, khususnya energi surya (Pasal 55)
  8. Pengembalian kata “wajib” dalam pengalokasian dana EBET oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah yang diatur dalam Pasal 56 ayat 1
  9. Pengembalian pasal 56 ayat 3, dimana pasal tersebut memberikan kejelasan terhadap kegiatan-kegiatan yang dapat mengakses dana EBET serta adanya subsidi energi terbarukan.
Bapak Dony Maryadi Oekon selaku Wakil Ketua DPR RI dalam sesi audiensi bersama KSTEB dan New Energy Nexus Indonesia

Merespons kritik, saran, dan rekomendasi KSTEB, Bapak Dony Maryadi Oekon selaku Wakil Ketua Komisi VII DPR RI mengapresiasi KSTEB dan menyarankan untuk memberikan justifikasi dari masing-masing usulan sehingga dapat dipahami dan disampaikan pada rapat lanjutan. Adapun Ibu Andi Yuliani Paris, selaku anggota Komisi VII DPR RI, menyarankan untuk usulan tersebut diterjemahkan dalam bahasa dan norma hukum sehingga dapat lebih mudah dipertimbangkan dalam RUU EBET.

Tentang Komunitas Startup Teknologi Energi Bersih (KSTEB)

KSETB adalah komunitas pertama di Indonesia yang menjadi platform jejaring perusahaan rintisan (startup) teknologi energi bersih. Komunitas ini diprakarsai oleh New Energy Nexus Indonesia dan didirikan pada tahun 2022. Diharapkan melalui KSTEB ini, para penggiat startup teknologi energi bersih dapat saling bertukar ide, informasi, dan jejaring untuk mendukung pertumbuhan ekosistem startup teknologi energi bersih di Indonesia. Saat ini, KSTEB beranggotakan 50 startup teknologi energi bersih yang terdiri dari startup yang bergerak di sektor ketenagalistrikan, transportasi, industri, dan bangunan. Startup yang tergabung dalam KSTEB merupakan startup yang memiliki peran penting dalam usaha Indonesia untuk melakukan transisi energi dan memitigasi perubahan iklim.***

Comments are closed